Kemarin, 28 Juni, tepat 20 tahun yang lalu aku mulai bernafas dan memiliki detak jantung. Hanya ingin mengucapkan syukur pada Penciptaku yang Maha Besar dan menyampaikan lebih dari sejuta kata 'terima kasih' kepada ibuku tercinta. Dia yang telah berjuang untuk memberikanku kehidupan ini. Juga ingin kuteriakkan 'aku bahagia' pada semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan pengorbanannya padaku.
Namun, ada sedikit renungan hari itu. Apa yang sudah aku berikan pada Tuhanku, orang tuaku, dan orang-orang yg menyayangiku? Aku hanya bisa meminta, menyusahkan dan menggerutu. Ada harapan, ada kesempatan untuk berubah. Menjadi lebih baik, menjadi lebih bermanfaat. Aku tak ingin lagi menjadi benalu yang tak tau malu.
Sepintas hari kemarin sama seperti hari hari biasa. Tapi, dihatiku tumbuh bunga-bunga yang membuatku selalu tersenyum. Hidupku seperti bunga-bunga itu, belum mekar, jadi aku akan membuatnya mekar dan tiada sesal kelak.
Ayah, ibu, tunggu! Suatu saat akan tiba dimana aku akan membuatmu tersenyum sangat bangga. Terima kasih telah berusaha sekuat tenaga, memberiku nasi dan buku yang tak ternilai.
Sabtu, 28 Juni 2014
Jumat, 27 Juni 2014
Rela atau ikhlas?
"Rel, rel apa yang sakit? Relakan kamu pergi" candaan temanku yang membuatku berfikir, sebuah makna dari kata 'rela'. Kata yang penuh akan pengorbanan. Walaupun terlihat sederhana, kata ini memiliki emosi yang amat dalam.
Merelakan sesuatu yang kita punya, yang kita banggakan, yang kita idamkan. Mungkin bagi sebagian besar orang ini adalah hal yang cukup berat. Tapi ku lihat mereka bahkan aku, akan berusaha tidak menunjukkan kegelisahan. Mengatakan aku rela, aku ikhlas dengan senyuman.
Aku belajar senja ini, kalau memang kita ikhlas harusnya tak perlu berucap karena tidak ada kata ikhlas dalam surat al-ikhlas, surat ke-112 dalam kitab suci agamaku, agama islam. Ya, rela dan ikhlas tidak jauh berbeda dan bisa dikatakan sebuah sinonim.
Seorang sahabatku menyangkal, rela belum tentu dia ikhlas. Rela hanya sebuah keberanian untuk melepas. Sedangkan ikhlas adalah menerima dan meyakini dengan hati segala sesuatu yang kita lakukan atau lepaskan adalah kehendakNya.
Merelakan sesuatu yang kita punya, yang kita banggakan, yang kita idamkan. Mungkin bagi sebagian besar orang ini adalah hal yang cukup berat. Tapi ku lihat mereka bahkan aku, akan berusaha tidak menunjukkan kegelisahan. Mengatakan aku rela, aku ikhlas dengan senyuman.
Aku belajar senja ini, kalau memang kita ikhlas harusnya tak perlu berucap karena tidak ada kata ikhlas dalam surat al-ikhlas, surat ke-112 dalam kitab suci agamaku, agama islam. Ya, rela dan ikhlas tidak jauh berbeda dan bisa dikatakan sebuah sinonim.
Seorang sahabatku menyangkal, rela belum tentu dia ikhlas. Rela hanya sebuah keberanian untuk melepas. Sedangkan ikhlas adalah menerima dan meyakini dengan hati segala sesuatu yang kita lakukan atau lepaskan adalah kehendakNya.
Langganan:
Postingan (Atom)