Sabtu, 05 Juli 2014

Cerpen: Sebuah Alasan

"Tik... Tok... Tik... Tok... " jam dinding berbunyi dalam kesunyian malam itu. Aku berdiri di depan meja belajar memandangi sebuah buku yang tegeletak tak berdaya. Buku itu bertuliskan "Hamzah". Nama yang dulu kusebut-sebut, kupuja-puja dan kubanggakan. Nama seorang laki-laki yang sempat, maaf masih aku sayangi. Mataku mulai berkaca-kaca, bibirku mulai gemetar dan dadaku mulai sesak. Aku pun meneteskan air mata dengan mendekap buku dan semua kenangan itu.

Pertemuanku dengan dia, Hamzah, sekitar 5 tahun lalu. Disaat kita berseragam putih abu-abu. Dia murid teladan yang menjadi pujaan setiap gadis, tak terkecuali aku. Dia sangat menyukai pelajaran kimia. Menurut dia, kimia itu penuh akan misteri. Kita tidak dapat menerka apa yang terjadi jika kita mereaksikan senyawa A dan B. "Kimia itu penuh kejutan" kata-kata dia yang selalu kuingat.

Hari itu, aku pergi ke perpustakaan dan membaca buku kimia yang ada disana. Benar, aku pun menyukai kimia. Disaat ku mengangkat kepala, entah apa yang getaran dalam tubuhku. Hamzah dengan tenang dan tampak serius duduk dihadapanku. Dia pun mengangkat kepala dan berkata "Hai!". Seketika bibirku tertarik membuat senyuman paling indah dan menjawab, "Halo...". Semenjak hari itu, setiap hari kami bertemu dan semakin hari semakin dekat.

Mengenalnya, mengaguminya dan merindukannya. Perasaan yang membuat tawaku teroksidasi dan sedihku tereduksi. Bagaikan reaksi kimia yang selalu mencari kesetimbangan. Aku dan dia saling melengkapi. Tidak terbesit dalam anganku, apa yang akan terjadi saat reaksi itu sudah setimbang? Apa yang dilakukan senyawa-senyawa yang sudah stabil?

Aku, mengidap penyakit jantung bawaan. Saat aku kecil, dolter pernah berkata, "Mungkin dia tidak bisa bertahan lebih dari 20 tahun." Berulang kali aku menjalani operasi, berulang kali pula aku dirawat dirumah sakit. Namun, akhir-akhir ini aku merasa jantungku berdetak lebih lemah. Mungkin ini suatu pertanda dan memang usiaku hampir 20 tahun. Inilah alasan aku membuat buku ini. Buku kenangan tentang kita. Ini alasanku menangis malam ini. Seperti apa yang Hamzah katakan, "Kimia itu penuh kejutan." Kita tak tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar